Alirman Sori: Tantangan Kebangsaan Soal Agama, Fanatik Kedaerahan hingga Hukum Tajam ke Bawah

PainanGaris Pantai News – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Barat periode 2019-2024, Alirman Sori menegaskan semangat nasionalisme masyarakat sebagai warga negara Indonesia hendaknya diperkuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurutnya, jika semangat nasionalisme warga negara telah mengakar kuat, maka apapun tantangan global kedepan, yang masuk ke negara Indonesia akan bisa dilawan.

“Jadi, key-wordnya di situ. Yaitu membangun semangat nasionalisme, tak lebih dari itu. Kenapa begitu?, karena nasionalisme itu merupakan soal komitmen berbangsa dan bernegara,” ujar Alirman Sori saat diwawancarai garispantainews.com usai melaksanakan kegiatan sosialisasi empat pilar MPR RI di Gedung Painan Convention Center (PCC) pada Sabtu (10/4/2021).

Dijelaskannya, terdapat dua tantangan kebangsaan menurut Tap MPR No VI tahun 2021 tentang etika kehidupan berbangsa. Dua tantangan itu meliputi tantangan internal dan eksternal.

Dalam tantangan internal, menurut Alirman Sori, masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama serta munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit.

Kemudian, adanya pengabaian terhadap kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan. Disamping itu, juga kurang berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinekaan dan kemajemukan.
Tantangan lainya, juga kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku serta penegakan hukum seakan-akan tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Selanjutnya, Alirman Sori juga mengatakan tantangan eksternal dalam berbangsa dan bernegara meliputi soal globalisasi dan kapitalisme. Menurutnya, pengaruh globalisasi sangat kuat dari kehidupan yang semakin meluas dan persaingan antar bangsa yang semakin tajam.

“Saat ini, perang itu tidak lagi pakai senjata. Tapi, perang teknologi dan ekonomi untuk melumpuhkan bangsa. Mampukah kita menghadapi ini?,” ucapnya.

Alirman Sori juga menyingung soal kapitalisme sebagai tantangan eksternal kedua dalam kehidupan berbangsa. Kata dia, makin kuat nya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional.

Bahkan dia berpendapat, saat ini kapitalisme juga sudah mulai merambah ke daerah. Justru itu, dia memperingatkan agar lebih hati-hati dan waspada, terlebih kepada kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

“Gejala-gejala kapitalisme ke daerah itu sudah ada. Makanya hati-hati, Bupati dan DPRD. Hati-hati dengan investasi yang akan masuk ke daerah kita. Apakah sudah dipikirkan dengan kebijakan yang matang. Menguntungkan atau tidak bagi masyarakat kesejahteraan masyarakat kita,” ungkapnya.

Lebih dari itu, kata Alirman Sori, kapitalisme tidak diartikan dalam arti sempit seperti menyoal modal, ekonomi atau uang semata. Namun, kapitalisme dapat bergerak di semua sektor.

“Kapitalisme itu bisa mengkapitalisasi mempengaruhi budaya. Dia ingin merubah atitude kita sebagai warga negara. Itu juga bagian kegiatan kapitalisme. Jadi, jangan diartikan secara sempit,” paparnya.

Justru itu, dia mengajak seluruh elemen anak bangsa untuk bersatu menguatkan negara dengan membangun semangat nasionalisme. Semangat semboyan kata yang sering dilontarkan terkait NKRI harga mati, bukan hanya milik TNI dan Polri, tetapi juga milik seluruh masyarakat atau warga negara Indonesia.

Nilai-nilai luhur empat pilar kebangsaan, tetap menjadi pondasi kokoh dalam kehidupan berbangsa. Indonesia memiliki karakteristik sebagai negara dengan kebesaran, keluasan dan kemajemukannya.

Pancasila, Undang-undang Dasar Negara 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Bhineka Tunggal Ika adalah empat pilar yang dibentuk dengan semangat perjuangan yang panjang.

Untuk itu, warga tetap bersatu dengan semangat nasionalisme melalui keberagaman warga dengan suku dan budaya yang memiliki ciri khas tersendiri.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terdapat 1.128 suku bangsa dan bahasa, ragam agama dan budaya di sekitar 16.056 pulau di Indonesia. Justru itu, perlu konsepsi, kemauan dan kemampuan yang kuat untuk menopang kebesaran, keluasan dan kemajemukan Indonesia.

“Empat pilar kebangsaan harus kita kuatkan. Tidak ada lagi yang akan memperdebatkan soal Pancasila. Karena itu sudah final. Tinggal lagi, mengimplementasikan nilai-nilai tersebut di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara dengan keberagaman dan kemajemukan,” katanya.GP1