Alirman Sori Apresiasi Rumah Restorative Justice 

JakartaGaris Pantai News – Kebijakan Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia, launching Rumah Restorative Justice (RJ) seluruh daerah di Indonesia, mendapat apresiasi Anggota DPD RI, Alirman Sori.
Sikap itu ditunjukkan Alirman Sori saat rapat kerja (raker) Komite I DPD RI dengan jajaran Kejaksaan Agung yang diadakan di ruang rapat Majapahit, lantai 2, Gedung B, DPD RI, Senin siang (4/4).

 

Dari penjelasan Alirman Sori yang diterima media , Senin malam (4/4), menyebutkan, dirinya kagum atas capaian kinerja yang dilakukan oleh jajaran Kejagung baik di bidang pidana umum (Pidum) maupun bidang pidana khusus (Pidsus). “Saya memberikan support agar jajaran Kejaksaan untuk terus menegakkan keadilan yang didasarkan penegakan hukum yang berkeadilan sehingga tercapainya tujuan penegakan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Dengan prinsip tegakan hukum menggunakan hukum,” ujar Alirman Sori. Sementara itu, rapat kerja Komite I DPD RI itu, ada dua agenda yang dibahas bersama pertama soal penegakan hukum di daerah dan penerapan Restorative Justice ini.

 

Di sisi lain, Wakil Kejaksaan Agung, Sunarta dari pihak Kejagung yang dihadiri dalam raker itu menyampaikan, meski dalam kondisi pandemi Covid-19, penanganan perkara untuk kepastian hukum yang berkeadilan terus dilaksanakan oleh Bidang Tindak Pidana Umum di seluruh Indonesia, dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi.

“Selama tahun 2021 hingga 31 Maret 2022, jajaran Bidang Tindak Pidana Umum se Indonesia mencatat penanganan perkara pidana umum yang telah diklasifikasikan berdasarkan tahapan penyelesaian perkara pada tahun 2021 putusan 96.707 perkara, tahun 2022 hingga 31 Maret 22.224 perkara, eksekusi pada tahun 2021 ada 93.893 perkara, tahun 2022 hingga 31 Maret, 21.406 perkara,” ujar Sunarta didampingi Jampidum, Jampidsus dan pejabat di jajaran Kejagung.

Untuk bidang Pidana Khusus, terang Sunarta, terobosan pembuktian unsur kerugian perekonomian negara menjadi titik yang krusial, karena yang maksud didalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi bukan hanya terkait kerugian keuangan negara saja.
“Tapi juga kerugian perekonomian negara yang tingkat merusaknya lebih besar dari kerugian keuangan negara,” kata Sunarta.

 

Dia menjelaskan, sepanjang tahun 2021 sampai tanggal 31 Maret 2022, Bidang Tindak Pidana Khusus mencatat penanganan jumlah perkara yang diklasifikasikan berdasarkan tahapan penyelesaian perkara, tahun 2021 penyelidikan 1.318 kasus, hingga 31 Maret 2022 514 kasus. “Sedangkan penyidikan tahun 2021 1.856 perkara, hingga 31 maret 2022 336 perkara, penuntutan tahun 2021 1.633 perkara, hingga 31 Maret 2022, 329 perkara, eksekusi pada tahun 2021, 975 terpidana, hingga 31 Maret 2022, 307 terpidana,” sambung Sunarta.
Lebih lanjut Sunarta menjelaskan, implementasi pelaksanaan konsep keadilan restoratif justice dalam penanganan perkara, sejak diundangkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan Restorative Justice ada sekitar 907 perkara tindak pidana umum telah diselesaikan Kejaksaan melalui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restkratif.
Dikatakan Sunarta, jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan banyaknya perkara pidana yang ada, karena proses penghentian penuntutan berdasarkan Restkrative Justice dilakukan secara sangat selektif oleh Kejaksaan dengan dilakukan gelar perkara yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Namun demikian, paparnya, penyelesaian perkara melalui Restorative Justice mendapat respon yang sanga positif dari masyarakat.
“Ini terbukti dengan banyaknya permintaan agar penyelesaian perkara dilakukan melalui proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” kata Sunarta.GP1